UUD PERINDUSTRIAN
1. LATAR BELAKANG
pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan
industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia
sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan
bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi.
Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian
pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam
rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak
hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah
melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi
tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting.
Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus
semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat
terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus
pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses
produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi
ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu
sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang
secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam
rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.
Undang
Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang :
Perindustrian
Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 5 TAHUN
1984 (5/1984) Tanggal : 29 JUNI 1984 (JAKARTA) Sumber : LN 1984/22; TLN NO.
3274
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden
Republik Indonesia,
Menimbang
:
a.
bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil
dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta
bahwa hakekat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya,
maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;
b.
bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan
nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya
terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan
dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa
Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri;
c.
bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan
nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu
lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta
masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya
alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d.
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang
kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri secara mantap dan
berkesinambungan serta belum adanya perangkat hukum yang secara menyeluruh
mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perindustrian;
Mengingat :
1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960
Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2048);
3.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran
Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
4.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara
Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
5.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3037);
6.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3215);
7.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234);
Dengan
persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG
TENTANG PERINDUSTRIAN.
BAB
I KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-Undang ini yang dirnaksud dengan : 1. Perindustrian adalah tatanan dan
segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri. 2. Industri adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi,
dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. 3.
Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok
industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri
hilir, dan kelompok industri kecil. 4. Cabang industri adalah bagian suatu
kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi. 5.
Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus
yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi. 6. Bidang
usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang
industri atau jenis industri. 7. Perusahaan industri adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan di bidang usaha industri. 8. Bahan mentah adalah semua bahan
yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia
untuk dimanfaatkan lebih lanjut. 9. Bahan baku industri adalah bahan mentah
yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi
dalam industri. 10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku
yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat
diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 11. Barang jadi adalah barang hasil
industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai
alat produksi. 12. Teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan yang
diterapkan dalam industri. 13. Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang
tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah. 14.
Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan
perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan
perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri
lainnya. 16. Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil
produksi industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi,
mutu,
dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara menggambar,
cara menguji dan lain-lain. 17. Standardisasi industri adalah penyeragaman dan
penerapan dari standar industri.
18.
Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya
bagi industri.
BAB
II LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal
2
Pembangunan
industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan
kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal
3
Pembangunan
industri bertujuan untuk : 1. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau
hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian
lingkungan hidup; 2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah
struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang
sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi
pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi
pertumbuhan industri pada khususnya; 3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan
serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan
kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional; 4. meningkatkan
keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk
pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri; 5. memperluas
dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan
peranan koperasi industri; 6. meningkatkan penerimaan devisa melalui
peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan
devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna
mengurangi ketergantungan kepada luar negeri; 7. mengembangkan pusat-pusat
pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan
Wawasan Nusantara;
8.
menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka
memperkokoh ketahanan nasional.
BAB
III
PEMBANGUNAN
INDUSTRI
Pasal
4
(1)
Cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
5
(1)
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri
kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan industri
penghasil benda seni, yang dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik
Indonesia.
(2)
Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang khusus dicadangkan bagi
kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat pengusaha dari golongan
ekonomi lemah.
(3)
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah
menetapkan bidang usaha industri untuk penanaman modal, baik modal dalam negeri
maupun modal asing.
BAB
IV PENGATURAN, PEMBINAAN, DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal
7
Pemerintah
melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, untuk:
1.
mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil
guna;
2.
mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang
tidak jujur; 3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok
atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Pasal
8
Pemerintah
melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri secara
seimbang, terpadu, dan terarah untuk memperkokoh struktur industri nasional
pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal
9
Pengaturan
dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan memperhatikan : 1.
Penyebaran dan pemerataan pembangunan industri dengan memanfaatkan sumber daya
alam dan manusia dengan mempergunakan proses industri dan teknologi yang tepat
guna untuk dapat tumbuh dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri; 2.
Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan
yang tidak jujur antara perusahaan- perusahaan yang melakukan kegiatan
industri, agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu
kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat; 3.
Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap kegiatankegiatan
industri dan perdagangan luar negeri yang bertentangan dengan kepentingan
nasional pada umumnya serta kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada
khususnya; 4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan
hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya
alam.
Pasal
10
Pemerintah
melakukan pembinaan dan pengembangan bagi: 1. keterkaitan antara bidang-bidang
usaha industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar
bagi pertumbuhan produksi nasional; 2. keterkaitan antara bidang usaha industri
dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan nilai
tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
3.
pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran serta, dan swadaya
masyarakat.
Pasal
11
Pemerintah
melakukan pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan industri dalam
menyelenggarakan kerja sama yang saling menguntungkan, dan mengusahakan
peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.
Pasal
12
Untuk
mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan jenis-jenis industri tertentu
di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan/atau perlindungan
yang diperlukan.
BAB
V IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal
13
(1)
Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib
memperoleh Izin Usaha Industri.
(2)
Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri.
(3)
Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri dapat dikecualikan bagi jenis industri
tertentu dalam kelompok industri kecil.
(4)
Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
14
(1)
Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat
(1), perusahaan industri wajib menyampaikan informal industri secara berkala
mengenai kegiatan dan hasil produksinya kepada Pemerintah.
(2)
Kewajiban untuk menyampaikan informal industri dapat dikecualikan bagi jenis
industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(3) Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata
cara penyampaian informal industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
15
(1)
Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat
(1), perusahaan industri wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan
keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya.
(2)
Pemerintah mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan, mengenai
pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta
hasil produksi industri tennasuk pengangkutannya.
(3)
Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan
keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri termasuk
pengangkutannya.
(4)
Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
VI TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN
INDUSTRI, DAN STANDARDISASI
Pasal
16
(1)
Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha industri, perusahaan
industri menggunakan dan menciptakan teknologi industri yang tepat guna dengan
memanfaatkan perangkat yang tersedia dan telah dikembangkan di dalam
negeri.
(2)
Apabila perangkat teknologi industri yang diperlukan tidak tersedia atau tidak
cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu pemilihan perangkat
teknologi industri dari luar negeri yang diperlukan dan mengatur pengalihannya
ke dalam negeri.
(3)
Pemilihan dan pengalihan teknologi industri dari luar negeri yang bersifat
strategis dan diperlukan bagi pengembangan industri di dalam negeri, diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
17
Desain
produk industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuan- ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
18
Pemerintah
mendorong pengembangan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Pasal
19
Pemerintah
menetapkan standar untuk bahan baku dan barang hasil industri dengan tujuan
untuk menjamin mutu hasil industri serta untuk mencapai daya guna
produksi.
BAB
VII WILAYAH INDUSTRI
Pasal
20
(1)
Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan industri serta
lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan tujuannya dalam rangka pewujudan
Wawasan Nusantara.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB
VIII INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
HIDUP
Pasal
21
(1)
Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian
sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
(2)
Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan
mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran
terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.
(3)
Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan
bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
BAB
IX PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal
22
Penyerahan
kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
23
Penyerahan
urusan dan penarikannya kembali mengenai bidang usaha industri tertentu dari
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan
daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB
X KETENTUAN PIDANA
Pasal
24
(1)
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1)
dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan
Izin Usaha Industrinya.
(2)
Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana
kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha
Industrinya.
Pasal
25
Barang
siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara selama- lamanya 2 (dua)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Pasal
26
Barang
siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah) dengan hukuman tambahan dicabut Izin Usaha Industrinya.
Pasal
27
(1)
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana penjara
selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2)
Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana kuruangan selama-lamanya
1 (satu) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta
rupiah).
Pasal
28
(1)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26,
dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat
(2) adalah pelanggaran.
BAB
XI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
29
Pada
saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak
bertentangan
dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya
berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB
XII KETENTUAN PENUTUP
Pasal
30
Pada
saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Bedrijfsreglementerings- ordonnantie
1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86) dinyatakan tidak berlaku lagi bagi
industri.
Pasal
31
Hal-hal
yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
32
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta pada tanggal 29 Juni 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan
di Jakarta pada tanggal 29 Juni 1984 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
SUDHARMONO,
S.H.
PENJELASAN
ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG
PERINDUSTRIAN
I.
UMUM
Garis-Garis
Besar Haluan Negara menegaskan bahwa sasaran utama pembangunan jangka panjang
adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan
berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila. Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai
dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara
pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur
ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian
akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung
ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin
pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa
keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak
pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan
sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin,
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi
tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting.
Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus
semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat
terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus
pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses
produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan
pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk
mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu
melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang
seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan
inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun. Masalah ini menjadi
semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada
hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi
kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan
kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain.
Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang
kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang
seluas-luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang-
Undang
ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang bersifat mutlak atas
setiap cabang industri oleh Negara. Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis
Besar Haluan Negara telah secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam
kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya
"etatisme" dan sistem "free fight liberalism". Sebaliknya
melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan industri ini harus
dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
berperan secara aktif. Dalam hal ini, Undang-Undang ini secara tegas menyatakan
bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Dengan
landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan
masyarakat. Bahwa Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang
penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi
daripada demokrasi ekonomi itu sendiri. Begitu pula penetapan bidang usaha
industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang
menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni dapat
diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia. Dengan landasan ini,
upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah
diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam
hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing
yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan
iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat
memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
Dengan upaya-upaya dan dengan terciptanya iklim usaha sebagai di atas,
diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri dalam
membangun industri akan semakin tumbuh dengan kuat pula. Dalam hubungan ini,
adalah penting untuk tetap diperhatikan bahwa bagaimanapun besarnya keinginan
yang dikandung dalam usaha untuk membangun industri ini, tetapi Undang-Undang
inipun juga memerintahkan terwujudnya keselarasan dan keseimbangan antara usaha
pembangunan itu sendiri dengan lingkungan hidup manusia dan masyarakat
Indonesia. Kemakmuran, betapapun bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin
dicapai pembangunan industri ini. Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan
pembangunan tersebut, tidak terlepas dari tujuan pembangunan nasional, yaitu
pembangunan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata
materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan
Republik Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembangunan jangka panjang
yaitu pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena
itu, Undang-Undang ini juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan apapun yang
dilakukan dalam rangka pembangunan industri ini, tetap harus
memperhatikan
penggunaan sumber daya alam secara tidak boros agar tidak merusak tata
lingkungan hidup. Dengan demikian maka masyarakat industri yang dibangun harus
tetap menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkepribadian, maju,
sejahtera, adil dan lestari berdasarkan Pancasila.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal
1
Angka 1 sampai angka 18 Cukup jelas.
Pasal
2
Seperti
telah diutarakan dalam penjelasan umum, pembangunan industri dilandaskan pada :
a. demokrasi ekonomi, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri dilakukan
dengan sebesar mungkin mengikutsertakan dan meningkatkan peran serta aktif
masyarakat secara merata, baik dalam bentuk usaha swasta maupun koperasi serta
dengan menghindarkan sistem "free fight liberalism", sistem
"etatisme", dan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat; b. kepercayaan pada diri sendiri,
yaitu bahwa segala usaha dan kegiatan dalam pembangunan industri harus
berlandaskan dan sekaligus mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan
kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa; c. manfaat, yaitu
bahwa pelaksanaan pembangunan industri dan hasil- hasilnya harus dapat
dimanfaatkan sebesar-besarya bagi kemanusiaan dan peningkatan kesejahteraan
rakyat; d. kelestarian lingkungan hidup, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan
industri tetap harus dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian dari lingkungan hidup dan sumber daya alam; e. pembangunan bangsa
harus berwatak demokrasi ekonomi serta memberi wujud yang makin nyata terhadap
demokrasi ekonomi itu sendiri.
Pasal
3
Cukup jelas.
Pasal
4
Ayat
(1) Cabang-cabang industri tertentu mengemban peranan yang sangat penting dan
strategis bagi negara, dan yang menguasai hajat hidup orang banyak antara lain
karena : a. memenuhi kebutuhan yang sangat pokok bagi kesejahteraan rakyat atau
menguasai hajat hidup orang banyak; b.
mengolah suatu bahan mentah strategis c. dan/atau berkaitan langsung dengan
kepentingan pertahanan serta keamanan negara.
Yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara tidaklah selalu berarti bahwa
cabang-cabang industri dimaksud harus dimiliki oleh negara, melainkan
Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur produksi dari cabang-cabang
industri dimaksud dalam rangka memelihara kemantapan stabilitas ekonomi
nasional serta ketahanan nasional. Sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan
di atas, maka cabang-cabang industri tersebut dapat ditetapkan untuk dimiliki
ataupun dikuasai oleh Negara. Ayat
(2) Cukup jelas.
Pasal
5
Ayat
(1) Kelompok industri kecil, termasuk yang menggunakan proses modern, yang
menggunakan ketrampilan tradisional, dan yang menghasilkan benda-benda seni
seperti industri kerajinan, yang kesemuanya tersebar di seluruh wilayah
Indonesia, pada umumnya diusahakan oleh rakyat Indonesia dari golongan ekonomi
lemah. Oleh sebab itu industri ini dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara
Republik Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal
6
Pemerintah
menetapkan kebijaksanaan untuk membuka lapangan bagi investasi baru atau
perluasan bidang usaha industri yang telah ada, baik bagi penanaman modal dalam
negeri maupun modal asing dengan pertimbangan bahwa produksi yang dihasilkannya
sangat diperlukan.
Pasal
7
Melalui
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan, Pemerintah mencegah penanaman modal
yang boros serta timbulnya persaingan yang tidak jujur dan curang dalam
kegiatan bidang usaha industri, dan sebaliknya mengembangkan iklim persaingan
yang baik dan sehat. Melalui pengaturan, pembinaan dan pengembangan, Pemerintah
mencegah pemusatan dan penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan
dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Pasal
8
Yang
dimaksud dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri
dalam Pasal ini adalah upaya yang dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan dalam arti yang seluas- luasnya terhadap kegiatan industri.
Tugas dan tanggung jawab untuk menciptakan iklim dan suasana yang menguntungkan
bagi pertumbuhan dan pengembangan bidang usaha industri ini, pada dasarnya
berada pada Pemerintah. Oleh karenanya,
adalah wajar bilamana upaya pembinaan dan pengembangan, dilakukan oleh
Pemerintah melalui kegiatan pengaturan yang kewenangannya berada di tangan
Pemerintah pula. Dalam pelaksanaannya,
kegiatan pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha industri yang
dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang
ini, dilakukan secara seimbang, terpadu dan terarah untuk memperkokoh struktur
industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal
9
Angka
1 Untuk mewujudkan perubahan struktur perekonomian secara fundamental, perlu
dikerahkan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin seluruh sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang tersedia. Bersamaan dengan itu, tujuan untuk
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui industri ini menuntut
pula dilaksanakan nya penyebaran dan pemerataan pembangunan dan pengembangan
industri di seluruh Indonesia sesuai dengan ciri dan sumber daya alam dan
manusia yang terdapat di masing-masing daerah. Demikian pula perlu ditingkatkan
pembangunan daerah dan pedesaan yang disertai dengan pembinaan dan pengembangan
serta peran serta dan kemampuan penduduk. Penerapan teknologi yang tepat guna,
baik yang merupakan hasil pengembangan di dalam negeri maupun yang merupakan
hasil-pengalihan dari luar negeri,
merupakan
usaha agar dengan sumber daya manusia yang tersedia dapat diperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya dari sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia
untuk kemakmuran seluruh rakyat. Angka
2 Untuk terciptanya iklim yang menguntungkan dan perkembangan industri secara
sehat, serasi, dan mantap, Pemerintah melakukan pengaturan, dan pembinaan
secara menyeluruh dan terarah untuk mencegah persaingan yang tidak jujur antara
perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri; agar dapat dihindarkan
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Dalam rangkaian kegiatan ini,
diperlukan berbagai sarana penunjang dan kebijaksanaan seperti : - informasi industri yang lengkap dan
berlanjut; - kebijaksanaan perizinan yang diarahkan untuk mengembangkan
kegiatan industri; - kebijaksanaan perlindungan industri melalui pembinaan
serta pengutamaan produksi dalam negeri;
- kebijaksanaan yang merangsang ekspor hasil industri; - kebijaksanaan
perbankan dan pasar modal yang mendukung perkembangan industri.
Angka
3 Industri dalam negeri diarahkan untuk secepatnya mampu membina dirinya agar
memiliki daya guna kerja serta produktivitas yang tinggi, sehingga hasil
produksinya mampu bersaing dengan barang- barang impor di pasaran dalam negeri,
dan di pasaran internasional. Untuk itu, dalam tahap pertumbuhannya Pemerintah
dalam batas-batas yang wajar dapat memberikan perlindungan kepada industri
dalam negeri. Di lain pihak, perlindungan yang diberikan itu harus tetap
menjamin agar konsumen dalam negeri juga tidak dirugikan.
Angka
4 Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam harus digunakan secara
rasional. Penggalian sumber daya alam tersebut harus diusahakan agar tidak
merusak tata lingkungan hidup, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang
menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Pasal
10
Dalam
rangka usaha memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan
industri harus dilaksanakan dengan mengembangkan
keterkaitan
yang berantai ke segala jurusan secara seluas-luasnya yang saling menguntungkan
: a. keterkaitan antara kelompok industri hulu/dasar, kelompok industri hilir
dan kelompok industri kecil; b. keterkaitan antara industri besar, menengah,
dan kecil dalam ukuran besarnya investasi; c. keterkaitan antara berbagai
cabang dan/atau jenis industri; d. keterkaitan antara industri dengan
sektor-sektor ekonomi lainnya.
Pasal
11
Yang
dimaksud dengan pembinaan perusahaan industri dalam Pasal ini adalah pembinaan
kerja sama antara industri kecil, industri menengah dan industri besar yang
perlu dikembangkan sebagai sistem kerja sama dan keterkaitan seperti
pengsubkontrakan pada umumnya, sistem bapak angkat, dan sebagainya. Dengan pengembangan sistem ini maka kerja
sama di antara perusahaan industri besar, menengah, dan kecil dapat berlangsung
dalam iklim yang positif dan konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan
dan saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Dalam melakukan pembinaan kerja sama antara perusahaan industri
Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia,
serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk
meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
Pasal
12
Yang
dimaksud dengan kemudahan dan/atau perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah
untuk mendorong pengembangan cabang industri dan jenis industri adalah antara
lain dalam bidang perpajakan, permodalan dan perbankan, bea masuk dan cukai,
sertifikat ekspor dan lain sebagainya.
Pasal
13
Ayat
(1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pengecualian untuk
mempunyai Izin Usaha Industri ini ditujukan terhadap jenis industri tertentu
dalam kelompok industri kecil yang karena sifat usahanya serta investasinya
kecil lebih merupakan mata pencaharian dari golongan masyarakat berpenghasilan
rendah seperti usaha industri rumah tangga dan industri kerajinan.
Ayat
(4) Cukup jelas.
Pasal
14
Ayat
(1) Yang dimaksud dengan informasi industri dalam Pasal ini adalah data
statistik perusahaan industri yang nyata, benar dan lengkap yang diperlukan
bagi dasar pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha industri seperti
yang dimaksud dalam Pasal 8.
Ayat
(2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.