Senin, 30 Juni 2014

MACAM-MACAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

                    MACAM-MACAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

1.           HAK CIPTA
Hak cipta adalah hak dari sebuah ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaannya tersebut serta salinan dari ciptaannya tersebut. Hak-hak tersebut misalnya adalah hak-hak untuk membuat salinan dari ciptaannya tersebut, hak untuk membuat produk derivatif, dan hak-hak untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain. Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat. Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.
Sebagai contoh, Microsoft membuat sebuah perangkat lunak Windows. Yang berhak untuk membuat salinan dari Windows adalah hanya Microsoft sendiri.Kepemilikan hak cipta dapat diserahkan secara sepenuhnya atau sebagian ke pihak lain. Sebagai contoh Microsoft menjual produknya ke publik dengan mekanisme lisensi. Artinya Microsoft memberi hak kepada seseorang yang membeli Windows untuk memakai perangkat lunak tersebut. Orang tersebut tidak diperkenankan untuk membuat salinan Windows untuk kemudian dijual kembali, karena hak tersebut tidak diberikan oleh Microsoft. Walaupun demikian seseorang tersebut berhak untuk membuat salinan jika salinan tersebut digunakan untuk keperluan sendiri, misalnya untuk keperluan backup.
Contoh lain, musisi pop pada umumnya menyerahkan seluruh kepemilikan dari ciptaannya kepada perusahaan label dengan imbalan-imbalan tertentu. Misalnya Michael Jackson membuat sebuah album, kemudian menyerahkan hak cipta secara penuh ke perusahaan label Sony. Setelah itu yang memiliki hak cipta atas album tersebut bukanlah Michael Jackson tetapi Sony. Serah terima hak cipta tidak melulu berhubungan dengan pembelian atau penjualan. Sebagai contoh adalah lisensi GPL yang umum digunakan pada perangkat lunak OpenSource. GPL memberikan hak kepada orang lain untuk menggunakan sebuah ciptaan asalkan modifikasi atau produk derivasi dari ciptaan tersebut memiliki lisensi yang sama.
Kebalikan dari hak cipta adalah public domain. Ciptaan dalam public domain dapat digunakan sekehendaknya oleh pihak lain. Sebuah karya adalah public domain jika pemilik hak ciptanya menghendaki demikian. Selain itu, hak cipta memiliki waktu kadaluwarsa. Sebuah karya yang memiliki hak cipta akan memasuki public domain setelah jangka waktu tertentu. Sebagai contoh, lagu-lagu klasik sebagian besar adalah public domain karena sudah melewati jangka waktu kadaluwarsa hak cipta.
Lingkup sebuah hak cipta adalah negara-negara yang menjadi anggota WIPO. Sebuah karya yang diciptakan di sebuah negara anggota WIPO secara otomatis berlaku di negara-negara anggota WIPO lainnya. Anggota non WIPO tidak mengakui hukum hak cipta. Sebagai contoh, di Iran, perangkat lunak Windows legal untuk didistribusikan ulang oleh siapapun.
2.     PATEN (PATENT)
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan.
Contoh dari paten misalnya adalah algoritma Pagerank yang dipatenkan oleh Google. Pagerank dipatenkan pada kantor paten Amerika Serikat. Artinya pihak lain di Amerika Serikat tidak dapat membuat sebuah karya berdasarkan algoritma Pagerank, kecuali jika ada perjanjian dengan Google.
Sebuah ide yang dipatenkan haruslah ide yang orisinil dan belum pernah ada ide yang sama sebelumnya. Jika suatu saat ditemukan bahwa sudah ada yang menemukan ide tersebut sebelumnya, maka hak paten tersebut dapat dibatalkan.
Sama seperti hak cipta, kepemilikan paten dapat ditransfer ke pihak lain, baik sepenuhnya maupun sebagian.
Pada industri perangkat lunak, sangat umum perusahaan besar memiliki portfolio paten yang berjumlah ratusan, bahkan ribuan. Sebagian besar perusahaan-perusahaan ini memiliki perjanjian cross-licensing, artinya “Saya izinkan anda menggunakan paten saya asalkan saya boleh menggunakan paten anda”. Akibatnya hukum paten pada industri perangkat lunak sangat merugikan perusahaan-perusahaan kecil yang cenderung tidak memiliki paten. Tetapi ada juga perusahaan kecil yang menyalahgunakan hal ini. Misalnya Eolas yang mematenkan teknologi plug-in pada web browser. Untuk kasus ini, Microsoft tidak dapat ‘menyerang’ balik Eolas, karena Eolas sama sekali tidak membutuhkan paten yang dimiliki oleh Microsoft. Eolas bahkan sama sekali tidak memiliki produk atau layanan, satu-satunya hal yang dimiliki Eolas hanyalah paten tersebut. Oleh karena itu, banyak pihak tidak setuju terhadap paten perangkat lunak karena sangat merugikan industri perangkat lunak.
Sebuah paten berlaku di sebuah negara. Jika sebuah perusahaan ingin patennya berlaku di negara lain, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan patennya di negara lain tersebut. Tidak seperti hak cipta, paten harus didaftarkan terlebih dahulu sebelum berlaku.
3.   Merk Dagang (Trademark)
Merk dagang digunakan oleh pebisnis untuk mengidentifikasikan sebuah produk atau layanan. Merk dagang meliputi nama produk atau layanan, beserta logo, simbol, gambar yang menyertai produk atau layanan tersebut.
Contoh merk dagang misalnya adalah “Kentucky Fried Chicken”. Yang disebut merk dagang adalah urut-urutan kata-kata tersebut beserta variasinya (misalnya “KFC”), dan logo dari produk tersebut. Jika ada produk lain yang sama atau mirip, misalnya “Ayam Goreng Kentucky”, maka itu adalah termasuk sebuah pelanggaran merk dagang.
Berbeda dengan HAKI lainnya, merk dagang dapat digunakan oleh pihak lain selain pemilik merk dagang tersebut, selama merk dagang tersebut digunakan untuk mereferensikan layanan atau produk yang bersangkutan. Sebagai contoh, sebuah artikel yang membahas KFC dapat saja menyebutkan “Kentucky Fried Chicken” di artikelnya, selama perkataan itu menyebut produk dari KFC yang sebenarnya.
Merk dagang diberlakukan setelah pertama kali penggunaan merk dagang tersebut atau setelah registrasi. Merk dagang berlaku pada negara tempat pertama kali merk dagang tersebut digunakan atau didaftarkan. Tetapi ada beberapa perjanjian yang memfasilitasi penggunaan merk dagang di negara lain. Misalnya adalah sistem Madrid.
Sama seperti HAKI lainnya, merk dagang dapat diserahkan kepada pihak lain, sebagian atau seluruhnya. Contoh yang umum adalah mekanisme franchise. Pada franchise, salah satu kesepakatan adalah penggunaan nama merk dagang dari usaha lain yang sudah terlebih dahulu sukses.
4.  Rahasia Dagang (Trade Secret)
Berbeda dari jenis HAKI lainnya, rahasia dagang tidak dipublikasikan ke publik. Sesuai namanya, rahasia dagang bersifat rahasia. Rahasia dagang dilindungi selama informasi tersebut tidak ‘dibocorkan’ oleh pemilik rahasia dagang.
Contoh dari rahasia dagang adalah resep minuman Coca Cola. Untuk beberapa tahun, hanya Coca Cola yang memiliki informasi resep tersebut. Perusahaan lain tidak berhak untuk mendapatkan resep tersebut, misalnya dengan membayar pegawai dari Coca Cola. Cara yang legal untuk mendapatkan resep tersebut adalah dengan cara rekayasa balik (reverse engineering). Sebagai contoh, hal ini dilakukan oleh kompetitor Coca Cola dengan menganalisis kandungan dari minuman Coca Cola. Hal ini masih legal dan dibenarkan oleh hukum. Oleh karena itu saat ini ada minuman yang rasanya mirip dengan Coca Cola, semisal Pepsi atau RC Cola. Contoh lainnya adalah kode sumber (source code) dari Microsoft Windows. Windows memiliki banyak kompetitor yang mencoba meniru Windows, misalnya proyek Wine yang bertujuan untuk dapat menjalankan aplikasi Windows pada lingkungan sistem operasi Linux. Pada suatu saat, kode sumber Windows pernah secara tidak sengaja tersebar ke Internet. Karena kode sumber Windows adalah sebuah rahasia dagang, maka proyek Wine tetap tidak diperkenankan untuk melihat atau menggunakan kode sumber Windows yang bocor tersebut.

KONVENSI KONVENSI INTERNASIONAL

                           KONVENSI KONVENSI INTERNASIONAL



1.   Konvensi Internasional Tentang Hak Cipta
  mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta ini terdiri atas 2 konvensi internasional yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention (UCC). Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak.
  1.       Berner Convention
Konvensi Bern (Konvensi Berner), merupakan suatu persetujuan internasional mengenai hak cipta yaitu mengenai karya-karya literatur (karya tulis) dan artistik. Konvensi ini ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1986 dan telah mengalami beberapa perubahan. Revisi yang pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, kemudian dilakukan revisi kembali di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Penyempurnaan terus dilakukan tepatnya pada tanggal 24 Maret 1914 di Bern, kemudian direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928, di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling terakhir di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang dirumuskan oleh Auteurswet 1912.
Konvensi Paris pada tahun 1883 merupakan suatu konvensi yang menginspirasi lahirnya Konvensi Bern. Konvensi Bern membentuk suatu badan yang tidak jauh berbeda dengan Konvensi Paris. Pembentukan badan tersebut bertujuan untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan dari masing-masing konvensi tersebut bergabung menjadi satu. Penggabungan badan tersebut dikenal dengan Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Perancisnya, BIRPI), di Bern. Pada tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974 merupakan organisasi di bawah PBB.
Perlindungan hukum yang diberikan pada konvensi ini tentunya mengenai perlindungan hak cipta yang nantinya diberikan terhadap suatu karya cipta hasil kreasi para pencipta atau pemegang hak. Karya-karya yang dilindungi tersebut antara lain karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Perlindungan hukum akan diberikan kepada pencipta apabila pencipta tersebut merupakan warga negara yang tergabung dalam anggota dalam konvensi ini. Pencipta yang mendapatkan perlindungan akan memperoleh hak atas hasil karyanya.
Anggota konvensi ini yaitu berjumlah 160 Negara, angka tersebut diperoleh pada Januari 2006. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menjadi anggotanya untuk melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut tergabung juga dalam kovensi ini. Negara yang melindungi para pencipta tersebut menganggap mereka adalah warga negaranya sendiri. Misalnya saja, undang-undang hak cipta Perancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Perancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan. Anggota-anggota yang tergabung di dalam konvensi bern dikenal sebagai Uni Bern.
Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve).Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protokol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau kultural.
Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
  1.        Prinsip national treatment; ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri
  2.       Prinsip automatic protection; pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (no conditional upon compliance with any formality)
  3.        Prinsip independence of protection; bentuk perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum Negara asal pencipta
  1.       UCC (Universal Copyright Convention)
Konvensi Hak Cipta Universal (atau Universal Copyright Convention), disepakati di Jenewa pada 1952. UCC merupakan salah satu dari dua konvensi internasional utama melindungi hak cipta. Konvensi lain yang dimaksud adalah Konvensi Bern. UCC dikembangkan oleh United Nations Educational (Ilmu Pengetahuan dan Budaya) sebagai alternatif dari Konvensi Bern. Konvensi ini disepakati agar negara-negara yang tidak setuju dengan aspek-aspek dari Konvensi Bern, tapi masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral.
Konvensi Hak cipta Universal merupakan Hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO. Tujuan adanya konvensi ini yaitu untuk menjembatani dua kelompok masyarakat internasional: civil law system (anggota konvensi Bern) dan common law system (anggota konvensi hak cipta regional di negara-negara Amerika Latin dan Amerika Serikat).
Konvensi ini kemudian berkembang dan ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini melindungi karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Hal ini berarti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Perbandingan antara kedua konvesi internacional tersebut, yaitu kalau konvensi bern menganut dasar falsafah Eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah Eropa dan Amerika, yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Conventionmengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Oleh karena itu, ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.

UUD PERINDUSTRIAN

                                                       UUD PERINDUSTRIAN


1. LATAR BELAKANG
pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.
Undang Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang :  Perindustrian  
Oleh  : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 5 TAHUN 1984 (5/1984) Tanggal : 29 JUNI 1984 (JAKARTA) Sumber : LN 1984/22; TLN NO. 3274    
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
Presiden Republik Indonesia, 
Menimbang : 
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945; 
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri; 
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia; 
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perindustrian;    
Mengingat  : 
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; 
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2048); 
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832); 
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918); 
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); 
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234);  
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA   
MEMUTUSKAN : 
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN.        
BAB I KETENTUAN UMUM  
Pasal 1 
Dalam Undang-Undang ini yang dirnaksud dengan : 1. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri. 2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. 3. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil. 4. Cabang industri adalah bagian suatu kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi. 5. Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi. 6. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri. 7. Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri. 8. Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut. 9. Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri. 10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 11. Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi. 12. Teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan yang diterapkan dalam industri. 13. Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah. 14. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya. 15. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya. 16. Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi,
mutu, dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain. 17. Standardisasi industri adalah penyeragaman dan penerapan dari standar industri. 
18. Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri.   
 
BAB II LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI  
Pasal 2 
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup.  
Pasal 3 
Pembangunan industri bertujuan untuk : 1. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup; 2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya; 3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional; 4. meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri; 5. memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri; 6. meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri; 7. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8. menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional. 
  
BAB III 
PEMBANGUNAN INDUSTRI  
Pasal 4 
(1) Cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.  
Pasal 5 
(1) Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia. 
(2) Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah. 
(3) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.   Pasal 6 
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.  
BAB IV PENGATURAN, PEMBINAAN, DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI  
Pasal 7 
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna; 
2. mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur; 3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. 
 
Pasal 8 
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.  
Pasal 9 
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan memperhatikan : 1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan industri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan mempergunakan proses industri dan teknologi yang tepat guna untuk dapat tumbuh dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri; 2. Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaan- perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat; 3. Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap kegiatankegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada khususnya; 4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam. 
 
Pasal 10 
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi: 1. keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional; 2. keterkaitan antara bidang usaha industri dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
3. pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran serta, dan swadaya masyarakat.   
Pasal 11 
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.  
Pasal 12 
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.   
BAB V IZIN USAHA INDUSTRI  
Pasal 13 
(1) Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri. 
(2) Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri. 
(3) Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil. 
(4) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.  
Pasal 14 
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib menyampaikan informal industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya kepada Pemerintah. 
(2) Kewajiban untuk menyampaikan informal industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
 (3) Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian informal industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.  
Pasal 15 
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya. 
(2) Pemerintah mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan, mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri tennasuk pengangkutannya. 
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri termasuk pengangkutannya. 
(4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.   
BAB VI TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI 
Pasal 16 
(1) Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha industri, perusahaan industri menggunakan dan menciptakan teknologi industri yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang tersedia dan telah dikembangkan di dalam negeri. 
(2) Apabila perangkat teknologi industri yang diperlukan tidak tersedia atau tidak cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri yang diperlukan dan mengatur pengalihannya ke dalam negeri. 
(3) Pemilihan dan pengalihan teknologi industri dari luar negeri yang bersifat strategis dan diperlukan bagi pengembangan industri di dalam negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
 
 
Pasal 17 
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuan- ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.  
Pasal 18 
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan industri. 
Pasal 19 
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta untuk mencapai daya guna produksi.   
BAB VII WILAYAH INDUSTRI  
Pasal 20 
(1) Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara. 
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
  
BAB VIII INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 
Pasal 21 
(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya. 
(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.  
(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.  
 
BAB IX PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI  
Pasal 22 
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
Pasal 23 
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai bidang usaha industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.   
BAB X KETENTUAN PIDANA 
Pasal 24 
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya. 
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
Pasal 25 
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara selama- lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). 
Pasal 26 
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan dicabut Izin Usaha Industrinya.  
Pasal 27 
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). 
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana kuruangan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).  
Pasal 28 
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan. 
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.   
BAB XI KETENTUAN PERALIHAN  
Pasal 29 
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.   
BAB XII KETENTUAN PENUTUP  
Pasal 30 
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Bedrijfsreglementerings- ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86) dinyatakan tidak berlaku lagi bagi industri. 
Pasal 31 
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
Pasal 32 
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.    
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.  
Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Juni 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA  
SOEHARTO 
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Juni 1984 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA  
SUDHARMONO, S.H.  
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG PERINDUSTRIAN   
I. UMUM 
Garis-Garis Besar Haluan Negara menegaskan bahwa sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin, Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun. Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain. Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang-
Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara. Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem "free fight liberalism". Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif. Dalam hal ini, Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan masyarakat. Bahwa Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada demokrasi ekonomi itu sendiri. Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia. Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas. Dengan upaya-upaya dan dengan terciptanya iklim usaha sebagai di atas, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri dalam membangun industri akan semakin tumbuh dengan kuat pula. Dalam hubungan ini, adalah penting untuk tetap diperhatikan bahwa bagaimanapun besarnya keinginan yang dikandung dalam usaha untuk membangun industri ini, tetapi Undang-Undang inipun juga memerintahkan terwujudnya keselarasan dan keseimbangan antara usaha pembangunan itu sendiri dengan lingkungan hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Kemakmuran, betapapun bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai pembangunan industri ini. Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan tersebut, tidak terlepas dari tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembangunan jangka panjang yaitu pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Undang-Undang ini juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan apapun yang dilakukan dalam rangka pembangunan industri ini, tetap harus
memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara tidak boros agar tidak merusak tata lingkungan hidup. Dengan demikian maka masyarakat industri yang dibangun harus tetap menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkepribadian, maju, sejahtera, adil dan lestari berdasarkan Pancasila.  
II. PASAL DEMI PASAL  
Pasal 1 
 Angka 1 sampai angka 18   Cukup jelas.  
Pasal 2 
Seperti telah diutarakan dalam penjelasan umum, pembangunan industri dilandaskan pada : a. demokrasi ekonomi, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri dilakukan dengan sebesar mungkin mengikutsertakan dan meningkatkan peran serta aktif masyarakat secara merata, baik dalam bentuk usaha swasta maupun koperasi serta dengan menghindarkan sistem "free fight liberalism", sistem "etatisme", dan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat; b. kepercayaan pada diri sendiri, yaitu bahwa segala usaha dan kegiatan dalam pembangunan industri harus berlandaskan dan sekaligus mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa; c. manfaat, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri dan hasil- hasilnya harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarya bagi kemanusiaan dan peningkatan kesejahteraan rakyat; d. kelestarian lingkungan hidup, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri tetap harus dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian dari lingkungan hidup dan sumber daya alam; e. pembangunan bangsa harus berwatak demokrasi ekonomi serta memberi wujud yang makin nyata terhadap demokrasi ekonomi itu sendiri. 
Pasal 3 
 Cukup jelas.    
Pasal 4 
Ayat (1) Cabang-cabang industri tertentu mengemban peranan yang sangat penting dan strategis bagi negara, dan yang menguasai hajat hidup orang banyak antara lain karena : a. memenuhi kebutuhan yang sangat pokok bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak;  b. mengolah suatu bahan mentah strategis c. dan/atau berkaitan langsung dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara.    Yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara tidaklah selalu berarti bahwa cabang-cabang industri dimaksud harus dimiliki oleh negara, melainkan Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur produksi dari cabang-cabang industri dimaksud dalam rangka memelihara kemantapan stabilitas ekonomi nasional serta ketahanan nasional. Sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka cabang-cabang industri tersebut dapat ditetapkan untuk dimiliki ataupun dikuasai oleh Negara.   Ayat (2)   Cukup jelas.  
Pasal 5 
Ayat (1) Kelompok industri kecil, termasuk yang menggunakan proses modern, yang menggunakan ketrampilan tradisional, dan yang menghasilkan benda-benda seni seperti industri kerajinan, yang kesemuanya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, pada umumnya diusahakan oleh rakyat Indonesia dari golongan ekonomi lemah. Oleh sebab itu industri ini dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.   Ayat (2)  Cukup jelas. Ayat (3)  Cukup jelas. 
Pasal 6 
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan untuk membuka lapangan bagi investasi baru atau perluasan bidang usaha industri yang telah ada, baik bagi penanaman modal dalam negeri maupun modal asing dengan pertimbangan bahwa produksi yang dihasilkannya sangat diperlukan. 
Pasal 7 
Melalui pengaturan, pembinaan, dan pengembangan, Pemerintah mencegah penanaman modal yang boros serta timbulnya persaingan yang tidak jujur dan curang dalam kegiatan bidang usaha industri, dan sebaliknya mengembangkan iklim persaingan yang baik dan sehat. Melalui pengaturan, pembinaan dan pengembangan, Pemerintah mencegah pemusatan dan penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.  
Pasal 8 
Yang dimaksud dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri dalam Pasal ini adalah upaya yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan dalam arti yang seluas- luasnya terhadap kegiatan industri. Tugas dan tanggung jawab untuk menciptakan iklim dan suasana yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan bidang usaha industri ini, pada dasarnya berada pada Pemerintah.  Oleh karenanya, adalah wajar bilamana upaya pembinaan dan pengembangan, dilakukan oleh Pemerintah melalui kegiatan pengaturan yang kewenangannya berada di tangan Pemerintah pula.  Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha industri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang ini, dilakukan secara seimbang, terpadu dan terarah untuk memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.  
Pasal 9 
Angka 1 Untuk mewujudkan perubahan struktur perekonomian secara fundamental, perlu dikerahkan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia. Bersamaan dengan itu, tujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui industri ini menuntut pula dilaksanakan nya penyebaran dan pemerataan pembangunan dan pengembangan industri di seluruh Indonesia sesuai dengan ciri dan sumber daya alam dan manusia yang terdapat di masing-masing daerah. Demikian pula perlu ditingkatkan pembangunan daerah dan pedesaan yang disertai dengan pembinaan dan pengembangan serta peran serta dan kemampuan penduduk. Penerapan teknologi yang tepat guna, baik yang merupakan hasil pengembangan di dalam negeri maupun yang merupakan hasil-pengalihan dari luar negeri,
merupakan usaha agar dengan sumber daya manusia yang tersedia dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia untuk kemakmuran seluruh rakyat.   Angka 2 Untuk terciptanya iklim yang menguntungkan dan perkembangan industri secara sehat, serasi, dan mantap, Pemerintah melakukan pengaturan, dan pembinaan secara menyeluruh dan terarah untuk mencegah persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri; agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Dalam rangkaian kegiatan ini, diperlukan berbagai sarana penunjang dan kebijaksanaan seperti :  - informasi industri yang lengkap dan berlanjut; - kebijaksanaan perizinan yang diarahkan untuk mengembangkan kegiatan industri; - kebijaksanaan perlindungan industri melalui pembinaan serta pengutamaan produksi dalam negeri;  - kebijaksanaan yang merangsang ekspor hasil industri; - kebijaksanaan perbankan dan pasar modal yang mendukung perkembangan industri. 
Angka 3 Industri dalam negeri diarahkan untuk secepatnya mampu membina dirinya agar memiliki daya guna kerja serta produktivitas yang tinggi, sehingga hasil produksinya mampu bersaing dengan barang- barang impor di pasaran dalam negeri, dan di pasaran internasional. Untuk itu, dalam tahap pertumbuhannya Pemerintah dalam batas-batas yang wajar dapat memberikan perlindungan kepada industri dalam negeri. Di lain pihak, perlindungan yang diberikan itu harus tetap menjamin agar konsumen dalam negeri juga tidak dirugikan. 
Angka 4 Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam harus digunakan secara rasional. Penggalian sumber daya alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.  
Pasal 10 
Dalam rangka usaha memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan industri harus dilaksanakan dengan mengembangkan
keterkaitan yang berantai ke segala jurusan secara seluas-luasnya yang saling menguntungkan : a. keterkaitan antara kelompok industri hulu/dasar, kelompok industri hilir dan kelompok industri kecil; b. keterkaitan antara industri besar, menengah, dan kecil dalam ukuran besarnya investasi; c. keterkaitan antara berbagai cabang dan/atau jenis industri; d. keterkaitan antara industri dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.  
Pasal 11 
Yang dimaksud dengan pembinaan perusahaan industri dalam Pasal ini adalah pembinaan kerja sama antara industri kecil, industri menengah dan industri besar yang perlu dikembangkan sebagai sistem kerja sama dan keterkaitan seperti pengsubkontrakan pada umumnya, sistem bapak angkat, dan sebagainya.  Dengan pengembangan sistem ini maka kerja sama di antara perusahaan industri besar, menengah, dan kecil dapat berlangsung dalam iklim yang positif dan konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat dan saling menguntungkan.  Dalam melakukan pembinaan kerja sama antara perusahaan industri Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.  
Pasal 12 
Yang dimaksud dengan kemudahan dan/atau perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah untuk mendorong pengembangan cabang industri dan jenis industri adalah antara lain dalam bidang perpajakan, permodalan dan perbankan, bea masuk dan cukai, sertifikat ekspor dan lain sebagainya.  
Pasal 13 
Ayat (1)  Cukup jelas. Ayat (2)  Cukup jelas. Ayat (3) Pengecualian untuk mempunyai Izin Usaha Industri ini ditujukan terhadap jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil yang karena sifat usahanya serta investasinya kecil lebih merupakan mata pencaharian dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah seperti usaha industri rumah tangga dan industri kerajinan.  
Ayat (4)  Cukup jelas.  
Pasal 14 
Ayat (1) Yang dimaksud dengan informasi industri dalam Pasal ini adalah data statistik perusahaan industri yang nyata, benar dan lengkap yang diperlukan bagi dasar pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha industri seperti yang dimaksud dalam Pasal 8. 
Ayat (2)  Cukup jelas. Ayat (3)  Cukup jelas.