Keberhasilan
Polstranas dalam Masyarakat Madani (civil society)
A. Pengertian Masyarakat
Madani
Masyarakat
madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society
yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada
Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada acara Festival Istiqlal, 26
September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar ini merupakan sebuah
potret bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban
maju. Lebih lanjut Anwar menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat
madani adalah sistem social yang subur diasaskan kepada prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan ksetabilan masyarakat.
Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik dari segi
pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan mengikuti undang-undang dan bukan
nafsu atau keinginan individu menjadikan keterdugaan atau predictability serta
ketulusan transparency sistem.
Munculnya
ide tersebut dilatar belakangi oleh adanya kemelut yang diderita oleh umat
manusia seperti meliasnya kejahatan, sikaf melampaui batas dan tidak toleren,
kemiskinan dan kemelaratan, ketidak adilan dan kebejatan social, kebodohan,
kelesuan intelektual dan kemiskinan budaya adalah manifestasi kritis masyarakat
madani. Kemelut inisecara umum disaksikan dikalangan masyarakat islam baik di
asia maupun afrika, seolah-olah umat terjerumus kepada salah satu kezaliman.
Kezaliman akibat kediktatoran atau kezaliman yang tumbuh dari runtuhnya atau
ketiadaan order politik serta peminggiran rakyat dari prose politik. Kesimpulan
Anwar tentang prinsip dan ide mendasar masyarakat madani: yaitu prinsip moral,
keadilan, keseksamaan, musyawarah dan demokrasi.
Penerjemahan
civil society menjadi masyarakat madani dilatar belakagi oleh konsep kota
illahi, kota peradaban atau masyarakat kota. Disisi lain pemaknaan masyarakat
madani ini juga dilandasi oleh konsep tentang Al-mujtama’ Al-madani yang di
perkenalkan oleh Prof. Naquib al-Attas, seorang ahli sejarah dan peradaban
islam dari Malaysia dan salah seorang pendiri Institute For Islam Thought and
Civilization (ISTAC), yang secara definisif masyarakat madani merupakan konsep
masyarakat ideal yang mengandung dua komponen besar yaitu masyarakat kota dan
masyarakat yang berbeda.
Terjemahan
makna masyarakat madani ini banyak diikuti oleh para cendikiawan dan ilmuan di
Indonesia, seperti nurcholish madjib, m. dawan rahardjo, azyumardi azra dan
sebagainya. Pada konsepnya masyarakat madani (civil sociely0 adalah sebuah
tatannan komunitas masyarakat yang mengedepankan toleransi, demokrasi dan
berkeadaan. Di sisi lain masyarakat madani mensyaratkan adanya toleransi dan
menghargai akan adanya pluralism (kemajemukan)
Istilahh
masyarakat madani sebenarnya masih baru, hasil pemikiran Prof. Naquid Al-Attas
seorang filosof dari Negara jiran Malaysia, kemudian mendapat legimitasidari
berbagai pakar di Indonesia termasuk seorang Nurcholish Madjid yang telah
melakukan rekonstruksi terhadap masyarakat madani dalam sejarah islam pada
artikelnya “menuju masyarakat madani.”
Dengan demikian, masyarakat madani adalah sebuah masyarakat
ideal, dimana civil society, yang hingga kini masih sulit ditemukan
terjemahannya yang tepat itu, sebenarnya merupakan sebagian saja dari
masyarakat madani. Hal ini kalau civil society diartikan sebagai suatu “ruang
public” yang independen dari Negara sebagaimana didefinisikan oleh Habermas.
Tapi ruang bebas ini merupakan bagian yang esensial dari masyarakat madani,
bahkan merupakan cirri utamanya.
B. Keberhasilan
Polstranas dalam Masyarakat Madani
Penyelenggaraan pemerintah/Negara dan setiap warga negara
Indonesia/ masyarakat harus memiliki beberapa sifat atau karakter demi
terwujudnya keberhasilan Polstranas sbb :
1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME
sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Semangat kekeluargaan yang berisikan kebersamaan,
kegotong-royongan, kesatuan dan persatuan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat guna kepentingan nasional.
3. Percaya diri pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta
bersendikan kepada kepribadian bangsa, sehingga mampu menatap masa depan yang
lebih baik.
4. Kesadaran, patuh dan taat pada hukum yang berintikan
keadilan dan kebenaran sehingga pemerintah/negara diwajibkan menegakkan dan
menjamin kepastian hukum
5. Pengendalian diri sehingga terjadi keseimbangan,
keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan antara berbagai kepentingan.
6. Mental, jiwa, tekad, dan semangat pengabdian, disiplin,
dan etos kerja yang tinggi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
7. IPTEK, dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan
nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga memiliki daya saing dan dapat
berbicara dipercaturan global.
Apabila penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki
tujuh unsur tersebut, maka keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka
mencapai cita-cita dan tujuan nasional melalui perjuangan non fisik sesuai
tugas dan profesi masing-masing. Dengan demikian diperlukan kesadaran bela
negara dalam rangka mempertahankan tetap utuh dan tegapnya NKRI.
Sumber : (http://ghodoxxx.blogspot.com/2013/05/keberhasilan-polstranas-dalam.html)